Jika orang pada umumnya senang mendengar musik
klasik, pop, rock n roll, etc, laki-laki ini suka mendengar bunyi peluit kereta api,
raunggannya, bunyi jangkar disauh, dan deru mesin mobil. Musik-musik
itulah yang membuatnya tergetar. Ia, George Bailey, seperti dilahirkan untuk
menjelajah dunia. Ia harus bergerak memenuhi panggilan petualangan yang
menunggunya untuk ditaklukan. Ia, dengan segala bakat yang dimilikinya, sudah
seharusnya menjadi Napoleon Bonaparte. Sudah seharusnya.
Saya ingin melihat Goerge Bailey, tokoh utama film Its
a Wonderful Life, sebagai komedi, hanya komedi, tapi tak bisa saya berbohong
bahwa cerita hidupnya adalah tragedi. Italia Calvino boleh saja mengatakan
bahwa cerita apapun, setragis apapun, asal si tokoh utamanya tetap hidup di
akhir cerita, adalah cerita komedi. Sebaliknya, sebahagia apapun si tokoh di
awal dan nyaris seluruh alur cerita, jika pada akhirnya dia mati, cerita itu
adalah tragedi. Tapi saya tidak bisa demikian. Benar, Bailey pada akhirnya
memang tetap hidup. Ia memang terlilit hutang dan nyaris bunuh diri, tapi ia
tidak kehilangan apa-apa, lebih-lebih nyawanya. Orang-orang yang banyak
berhutang pada kebaikannya, memberikan uang seadanya untuk membantu Bailey.
Temannya yang pengusaha sukses, Sam, bahkan sudah memberikan uang lebih dari
cukup saat tahu Bailey dalam kesulitan. Cerita Bailey berakhir Happy. Ia tidak
jadi dipenjara. Bahkan punya uang banyak untuk membangun hidupnya dan
orang-orang di sekitarnya. Tapi tetap saja. Saya amat sulit mengatakan cerita
ini komedi, sebab tidak bisa kuabaikan bagaimana tragisnya nasib George Bailey
di Belford Falls.
Setiap
penonton yang melihat film ini bisa saya pastikan ingin melihat George pergi,
menjelajahi dunia dan menaklukan segalanya, sebab bagaimanapun ia pantas
mendapatkan itu. ia bisa melakukannya dengan baik. Dari kecil ia sudah menabung
agar jika saatnya tiba, ia punya uang untuk menjelajah dunia. Tapi saat usia
dan uangnya cukup, George tetap bertahan di Berlfod Falls, memperjuangkan
Building and Loan, sebuah perusahaan yang didirikan almarhum ayahnya. Ia tidak
pergi kemana-mana, bahkan tidak ke New York City. Sejak kecil hingga berusia 20
tahun ia ingin menjelajahi dunia. Tapi saat ia bisa melakukannya dengan
sempurna, ia terkurung, tak bisa ke mana pun. Kalau Anda berpikir kehilangan
pacar adalah tragedi, Anda salah. Tragedi itu adalah George Bailey. Lainnya
tidak.
Belford Falls adalah kota kecil yang (barangkali) bahkan sulit ditemukan dalam peta. Mungkin begitu. Tapi ia, sebagaimana kota-kota lain di "Barat" pada awal abad dua puluh, adalah kota yang sedang bergerak. Tempat
hiburan berdiri di sepanjang jalan, ada juga bar yang mungkin dilengkapi dengan
suguhan khusus pria dewasa, bank, bioskop, bahkan di sana ada rumah produksi
film. Belum lagi mobil-mobil pribadi yang berseliweran di jalanan, taksi, dan
penegak hukum yang bisa diandalkan. Untuk ukuran tahun 1919-1950-an, kota ini
bisa dikatakan maju. Kota ini adalah kota modern. Bisa dipahami jika kota ini
melahirkan orang semacam George Bailey yang berpikiran modern. Orang yang ingin
terus bergerak dan terus bergerak dengan bebas. Jika saja George Bailey lahir
di sebuah tempat di Gunung Kidul, misalnya, ia mungkin tidak setragis itu. Pada akhirnya kita tahu bahwa setiap kota punya cara untuk memberikan mimpi dan
harapan, tapi ia juga punya cara untuk memupus mimpi dan harapan itu.
Kota yang telah melambungkan mimpi Goerge Bailey,
sebagaimana kota modern pada umumnya, memiliki masalah klasik; kesenjangan
ekonomi. Dan persis inilah yang menghentikan langkahnya, yang mengurung
hidupnya. Modernitas telah melahirkan orang-orang berpikiran maju, dinamis dan
bebas menentukan hidupnya. Dan bersamaan dengan itu, ia juga melahirkan
orang-orang yang serakah. Akan halnya Belford Falls, selain melahirkan Goerge
Bailey, juga melahirkan seorang bernama Potter. Ia adalah tipikal pengusaha yang
tahu betul cara meraup keuntungan. Satu-satunya kalimat bijaksana yang Potter
tahu dan praktekan secara sungguh-sungguh hanyalah “modal sekecil-kecilnya
untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.”
Potter mengusai bank di kota itu. Ia juga punya
komplek perumahan yang disewakan kepada warga Belford Falls. Kekayaannya
melimpah. Ia sendirian—tidak diceritakan keluarga Potter, renta dan cacat, tapi
ia merasa semua yang ia miliki belum cukup. Ia ingin menguasai seluruh kota,
dan ia sudah mengusainya jika saja Building and Loan tidak ada, atau bangkrut,
atau bisa ia akuisisi. Building and Loan adalah duri bagi kesuksesan Potter. Lebih-lebih
karena perusahaan yang selamanya tertatih-tatih itu, bagi Potter, dijalankan
dengan cara yang tidak masuk akal.
Para nasabah datang, menyimpan uang di sana, lalu
Building and Loan menyimpannya di bank. Secara bertahap, pelan tapi pasti,
Building and Loan membangunkan rumah yang layak untuk nasabahnya. Para nasabah
itu tidak dibebani bunga. Mereka hanya perlu mengangsur hutangnya sebesar
kesepakatan awal, sesuai kemampuan. Perusahaan ini berjalan seadanya, dan nyaris
tidak memberi keuntungan bagi para pemegang saham. Para karyawannya pun agaknya
tidak muluk-muluk, asal kebutuhan dasar terpenuhi, mereka bahagia. Wajar jika Building
and Loan, dalam pandangan Potter, lebih merupakan
lembaga amal, bukan perusahaan.
Dan persis di sinilah masalahnya. Potter yang punya komplek perumahan itu, pelan-pelan ditinggalkan para
penyewanya karena lebih memilih minta dibangunkan rumah pada Building and Loan.
Potter senang saat Bailey senior akhirnya meninggal
karena strok. Karena ia tahu betul, Building and Loan berdiri karena orang tua kurus
dan sakit-sakitan itu masih bernafas. Potter selangkah lagi menguasai Building
and Loan. Bisa dipastikan, jika dia memiliki perusahaan itu, kalaupun tidak
ditutupnya, dia akan mengubahnya menjadi salah satu alat penghisap. Tapi Goerge
Bailey, pemuda cerdas dan peduli itu, tergerak. Dia melawan, dan diangkat
menggantikan ayahnya meski harus membayar mahal dengan tidak melanjutkan
sekolah. Dan Potter lagi-lagi gigit jari. Sebagaimana Goerge Bailey yang
lagi-lagi gigit jari.
Goerge Bailey, lelaki berjiwa penjelajah itu,
sebelumnya gagal pergi ke Eropa karena bapaknya meninggal. Saat ia akhirnya
memutuskan untuk sekolah ke New york, ia harus mengantikan bapaknya di Building
and Loan. Ia tidak jadi berangkat dan memberikan biaya sekolahnya untuk Harry
Bailey adiknya. Rencananya ia menunggu selama 4 tahun sampai adiknya lulus dan
menggantikan posisinya di Building and loan. Begitulah kesepakatannya. Tapi
saat adiknya lulus ternyata sang adik tidak hanya membawa gelar, tapi juga
istri. Dan ayah si istri menawarkan pekerjaan pada Harry di bidang yang cocok
dengan keahlian dan pengetahuan yang digeluitinya di universitas. Goerge Bailey
mengalah lagi. Dia membiarkan adiknya pergi, dan melanjutkan pekerjaannya di
Building and loan.
Apa arti Bulding and Loan bagi Bailey? Bagi Bailey,
Perusahaan ini tidak berarti apa-apa selain hanya bangunan tua yang sudah
sewajarnya roboh dimakan usia. Bailey, agaknya, hanya peduli.
Data film:
It's a Wonderful Life (1946)
Director: Frank Capra
Writers: Frances Goodrich (screenplay), Albert Hackett (screenplay), 4
more credits »
Stars: James Stewart, Donna Reed, Lionel Barrymore | See full cast and
crew
rating imdb: 8,7







Komentar
Posting Komentar