Sampai kini aku belum mampu memastikan bagaimana
sesungguhnya kepribadian Sherlock Holmes, tokoh legendaris bikinan Sir Arthur
Conan Doyle itu. Tapi mungkin karena kemisteriusannya itu, Sherlock si jenius
tetap memiliki daya pikat. Akan halnya kemisteriusan cinta yang membuatnya
abadi, Sherlock yang dipenuhi enigma membuatnya tetap diingat, dikagumi, dan
mungkin membuat iri. Senantiasa membuat iri.
Sherlock, menurut Sarah, salah seorang polisi, adalah seorang psikopat. Tapi dalam kesempatan lain, kalau tak salah Sherlock sendiri yang bilang, ia hanyalah Sosiophat. Aku sendiri tidak sepakat dengan Sarah, sebab Sherlock, meski tidak pernah menunjukan sisi emosionalnya sebagai manusia, pada akhirnya ketahuan juga ia jatuh cinta. Artinya, perasaan Sherlock tidak mati, hanya ditutupi. Dan ia sangat peka. Buktinya, ia mampu menciptakan komposisi musik yang menyayat hati. Dari suara biolanya amat kentara bahwa lagu itu sangat emosional, yang bisa dipastikan lahir dari pengalaman emosi yang hadir dan terus hadir secara intens pada jiwa Sherlock. Artinya, Sherlock bukan robot. Meski daya analisis dan kemampuan pikiran sadarnya lebih menampakan otak terprogram—ia seperti hanya memiliki persentase amat kecil untuk lupa lebih-lebih melewatkan detil, ia tetaplah manusia. Ia memiliki perasaan sebagaimana Watson yang sering gonta-ganti pacar.
Mengenai Sherlock yang Sosiopath pun aku kurang setuju. Seseorang dikatakan sosiopath jika ia tidak bisa membuat hubungan dengan orang lain. Ia selalu gagal dan gagal. Sekilas, sosiopath tampak mewakili untuk menjelaskan Sherlock. Di sekitarnya hanya ada Watson dan Ny. Hudson, sebab ia selalu pintar membuat orang marah dengan keterusterangannya yang gila. Ia mengucapkan apa yang ada di kepalanya. Jika ia menemukan indikasi kuat dari detil yang dilihatnya (yang tentu saja tidak bakal diketahui orang biasa) bahwa seorang laki-laki telah bercinta dengan perempuan yang bukan istrinya, umpanya, ia akan mengatakannya. Ia tidak mengatakan di belakang, tapi di depan. Dan ia tidak peduli siapa. Sherlock seperti senang menelanjangi setiap orang. Sherlock, terutama sebab keterusterangannya, dijauhi orang-orang. Hanya karena kesabaranlah Watson dan Hudson bisa bertahan di dekatnya.
Akan tetapi, untuk menjadi sosipath pun Sherlock tidak memenuhi syarat. Benar ia tidak pandai menjalin hubungan, benar ia dijauhi dan dibenci, tapi ia bukan pembohong. Sementara salah satu utama ciri sosipath adalah pembohong ulung. Artinya, seorang sosipath tidak memiliki hubungan kuat dengan orang bukan hanya karena dia pengucil, tapi pembohong. Sementara Sherlock adalah orang yang jujur. Begitu jujurnya hingga ia dijauhi orang-orang.
Ada indikasi kuat bahwa Sherlock menderita LIL (Low Latent Inhibition), terutama jika melihat perhatiannya pada detil. Laten Inhibition (dalam bhs Indonesia; Inhibisi laten) itu sendiri adalah kemampuan manusia untuk menyaring dan memilih informasi yang dianggap penting. Kemampuan penyaringan ini tumbuh beriring dengan perkembangan manusia. Karena itu, kebanyakan manusia, tatkala melihat selembar uang—misalnya, informasi yang masuk ke otaknya hanya nominal uang tersebut. Adapun tahun pembuatan, gambar, lebih-lebih no serinya, sering dilewatkan. Hal ini berbeda dengan orang yang inhibisi latennya rendah (LIL). Bukan hanya nominalnya, tapi juga gambar uang tersebut, tahun pembuatan dan bahkan no serinya. Informasi-informasi detil ini, pada penderita LIL tidak disimpan di alam bawah sadar, tapi di pikiran sadar. Dengan banyaknya informasi yang disimpan di pikiran sadar penderita LIL, bisa diabayangkan bagaimana dia tahu amat banyak hal yang sering diluputkan orang-orang. Tapi bersamaan dengan itu, bayangkan juga bagaimana keruwetan pikirannya. Pada orang yang memiliki tingkat intelegensi tinggi, LIL bisa menyebabkan orang menjadi jenius. Tapi pada orang yang tingkat intelegensia rendah, LIL dapat menjadi penyebab gangguan jiwa. Karena LIL inilah bisa dipahami betapa tipisnya jarak antara orang jenius dan orang gila.
Tapi lagi-lagi penjelasan LIL itu pun tidak cukup. Sherlock, selain memiliki kemampuan analisis dan pikiran sadar yang kuat, juga mampu menguraikan pikirannya dengan jelas. Kosa katanya teratur, terstruktur dan patuh pada aturan gramatikal—ada satu adegan ketika Sherlock menyela seseorang yang salah menggunakan kata sambung was dan were; ia merasa tertanggu dengan kesalahan penggunaan bahasa itu hingga langsung mengoreksinya. Hal ini berlawanan dengan penderita LIL yang biasanya sulit melakukan komunikasi verbal, dan cenderung pendiam. Semua ciri penderita LIL tipikal dengan Sherlock, kecuali bagian komunikasi verbalnya itu.
Penderita LIL cenderung menilai orang lain membosankan, sebab ketika orang kebanyakan berbicara baru sampai C, penderita LIL menilai seharusnya sudah sampai X. Begitu juga Sherlock. Penderita LIL memperhatikan detil, begitu juga Sherlock. Penderita LIL mampu melihat kebohongan orang lain, begitu juga Sherlock. Penderita LIL memiliki kepekaan indera yang jauh lebih kuat daripada orang kebanyakan, begitu juga Sherlock. Penderita LIL menemukan ketenangan dalam ilmu pengetahuan, begitu juga Sherlock. Penderia LIL cenderung pendiam, begitu juga Sherlock. Satu yang membedakan hanyalah, Sherlock pendiam karena menilai orang lain membosankan, bukan karena sukar menyampaikan apa yang ia pikirkan.
Daya hidup Sherlock, dari apa yang digambarkan film, baik layar lebar maupun serial BBC—aku belum membaca novelnya secara serius, adalah rasa bosan. Kehidupannya seolah dikendalikan oleh bagaimana menghilangkan rasa bosan. Ia berbicara sendiri, menembaki dinding flatnya dengan peluru tajam ataupun menggesek biolanya ketika orang tidur lelap, adalah untuk menghilangkan rasa bosan itu. Bahkan ia menerima kasus klien-klien yang berdatangan padanya sekedar untuk menghilangkan rasa bosan (kecuali jika yang memintanya Letrade—kepala polisi London). Jika kasusnya dinilai membosankan, ia akan menolak kasuk itu, betapapun kasus itu melibatkan hidup mati seseorang. Yang menggerakan Sherlock bukan unsur kemanusiaan meski tidak dimungkiri ia memiliki rasa itu. Yang menggerakannya hanyalah “rasa bosan”. Sejauh mana sebuah kasus mampu menghilangkan rasa bosan.
Mungkin Sherlock seorang psikopat, boleh jadi dia sosipath plus penderita LIL, entahlah, aku belum menemukan penjelasan lain tentang Sherlock. Tapi tentu aku tidak bisa mengharapkannya menjadi super hero kebanyakan; yang peduli dan mau mengorbankan apapun untuk menyelamatkan nyawa manusia. Sherlock sendiri pernah mempertanyakan hal itu bersama Mycroft Holmes kakaknya, “bagaimana bisa kita tidak peduli?” Mycroft menjawab, tapi pasti Sherlock sudah tahu dan membenarkannya, “setiap kehidupan akan berakhir. Setiap hati akan patah. Peduli bukan keuntungan.” Well, bagaimana bisa Sherlock tidak bisa dijelaskan secara gamblang? “Karena dia Sherlock” ujar Ny. Hudson. “tidak ada yang tahu apa yang ada di kepalanya yang lucu.”
Sherlock, menurut Sarah, salah seorang polisi, adalah seorang psikopat. Tapi dalam kesempatan lain, kalau tak salah Sherlock sendiri yang bilang, ia hanyalah Sosiophat. Aku sendiri tidak sepakat dengan Sarah, sebab Sherlock, meski tidak pernah menunjukan sisi emosionalnya sebagai manusia, pada akhirnya ketahuan juga ia jatuh cinta. Artinya, perasaan Sherlock tidak mati, hanya ditutupi. Dan ia sangat peka. Buktinya, ia mampu menciptakan komposisi musik yang menyayat hati. Dari suara biolanya amat kentara bahwa lagu itu sangat emosional, yang bisa dipastikan lahir dari pengalaman emosi yang hadir dan terus hadir secara intens pada jiwa Sherlock. Artinya, Sherlock bukan robot. Meski daya analisis dan kemampuan pikiran sadarnya lebih menampakan otak terprogram—ia seperti hanya memiliki persentase amat kecil untuk lupa lebih-lebih melewatkan detil, ia tetaplah manusia. Ia memiliki perasaan sebagaimana Watson yang sering gonta-ganti pacar.
Mengenai Sherlock yang Sosiopath pun aku kurang setuju. Seseorang dikatakan sosiopath jika ia tidak bisa membuat hubungan dengan orang lain. Ia selalu gagal dan gagal. Sekilas, sosiopath tampak mewakili untuk menjelaskan Sherlock. Di sekitarnya hanya ada Watson dan Ny. Hudson, sebab ia selalu pintar membuat orang marah dengan keterusterangannya yang gila. Ia mengucapkan apa yang ada di kepalanya. Jika ia menemukan indikasi kuat dari detil yang dilihatnya (yang tentu saja tidak bakal diketahui orang biasa) bahwa seorang laki-laki telah bercinta dengan perempuan yang bukan istrinya, umpanya, ia akan mengatakannya. Ia tidak mengatakan di belakang, tapi di depan. Dan ia tidak peduli siapa. Sherlock seperti senang menelanjangi setiap orang. Sherlock, terutama sebab keterusterangannya, dijauhi orang-orang. Hanya karena kesabaranlah Watson dan Hudson bisa bertahan di dekatnya.
Akan tetapi, untuk menjadi sosipath pun Sherlock tidak memenuhi syarat. Benar ia tidak pandai menjalin hubungan, benar ia dijauhi dan dibenci, tapi ia bukan pembohong. Sementara salah satu utama ciri sosipath adalah pembohong ulung. Artinya, seorang sosipath tidak memiliki hubungan kuat dengan orang bukan hanya karena dia pengucil, tapi pembohong. Sementara Sherlock adalah orang yang jujur. Begitu jujurnya hingga ia dijauhi orang-orang.
Ada indikasi kuat bahwa Sherlock menderita LIL (Low Latent Inhibition), terutama jika melihat perhatiannya pada detil. Laten Inhibition (dalam bhs Indonesia; Inhibisi laten) itu sendiri adalah kemampuan manusia untuk menyaring dan memilih informasi yang dianggap penting. Kemampuan penyaringan ini tumbuh beriring dengan perkembangan manusia. Karena itu, kebanyakan manusia, tatkala melihat selembar uang—misalnya, informasi yang masuk ke otaknya hanya nominal uang tersebut. Adapun tahun pembuatan, gambar, lebih-lebih no serinya, sering dilewatkan. Hal ini berbeda dengan orang yang inhibisi latennya rendah (LIL). Bukan hanya nominalnya, tapi juga gambar uang tersebut, tahun pembuatan dan bahkan no serinya. Informasi-informasi detil ini, pada penderita LIL tidak disimpan di alam bawah sadar, tapi di pikiran sadar. Dengan banyaknya informasi yang disimpan di pikiran sadar penderita LIL, bisa diabayangkan bagaimana dia tahu amat banyak hal yang sering diluputkan orang-orang. Tapi bersamaan dengan itu, bayangkan juga bagaimana keruwetan pikirannya. Pada orang yang memiliki tingkat intelegensi tinggi, LIL bisa menyebabkan orang menjadi jenius. Tapi pada orang yang tingkat intelegensia rendah, LIL dapat menjadi penyebab gangguan jiwa. Karena LIL inilah bisa dipahami betapa tipisnya jarak antara orang jenius dan orang gila.
Tapi lagi-lagi penjelasan LIL itu pun tidak cukup. Sherlock, selain memiliki kemampuan analisis dan pikiran sadar yang kuat, juga mampu menguraikan pikirannya dengan jelas. Kosa katanya teratur, terstruktur dan patuh pada aturan gramatikal—ada satu adegan ketika Sherlock menyela seseorang yang salah menggunakan kata sambung was dan were; ia merasa tertanggu dengan kesalahan penggunaan bahasa itu hingga langsung mengoreksinya. Hal ini berlawanan dengan penderita LIL yang biasanya sulit melakukan komunikasi verbal, dan cenderung pendiam. Semua ciri penderita LIL tipikal dengan Sherlock, kecuali bagian komunikasi verbalnya itu.
Penderita LIL cenderung menilai orang lain membosankan, sebab ketika orang kebanyakan berbicara baru sampai C, penderita LIL menilai seharusnya sudah sampai X. Begitu juga Sherlock. Penderita LIL memperhatikan detil, begitu juga Sherlock. Penderita LIL mampu melihat kebohongan orang lain, begitu juga Sherlock. Penderita LIL memiliki kepekaan indera yang jauh lebih kuat daripada orang kebanyakan, begitu juga Sherlock. Penderita LIL menemukan ketenangan dalam ilmu pengetahuan, begitu juga Sherlock. Penderia LIL cenderung pendiam, begitu juga Sherlock. Satu yang membedakan hanyalah, Sherlock pendiam karena menilai orang lain membosankan, bukan karena sukar menyampaikan apa yang ia pikirkan.
Daya hidup Sherlock, dari apa yang digambarkan film, baik layar lebar maupun serial BBC—aku belum membaca novelnya secara serius, adalah rasa bosan. Kehidupannya seolah dikendalikan oleh bagaimana menghilangkan rasa bosan. Ia berbicara sendiri, menembaki dinding flatnya dengan peluru tajam ataupun menggesek biolanya ketika orang tidur lelap, adalah untuk menghilangkan rasa bosan itu. Bahkan ia menerima kasus klien-klien yang berdatangan padanya sekedar untuk menghilangkan rasa bosan (kecuali jika yang memintanya Letrade—kepala polisi London). Jika kasusnya dinilai membosankan, ia akan menolak kasuk itu, betapapun kasus itu melibatkan hidup mati seseorang. Yang menggerakan Sherlock bukan unsur kemanusiaan meski tidak dimungkiri ia memiliki rasa itu. Yang menggerakannya hanyalah “rasa bosan”. Sejauh mana sebuah kasus mampu menghilangkan rasa bosan.
Mungkin Sherlock seorang psikopat, boleh jadi dia sosipath plus penderita LIL, entahlah, aku belum menemukan penjelasan lain tentang Sherlock. Tapi tentu aku tidak bisa mengharapkannya menjadi super hero kebanyakan; yang peduli dan mau mengorbankan apapun untuk menyelamatkan nyawa manusia. Sherlock sendiri pernah mempertanyakan hal itu bersama Mycroft Holmes kakaknya, “bagaimana bisa kita tidak peduli?” Mycroft menjawab, tapi pasti Sherlock sudah tahu dan membenarkannya, “setiap kehidupan akan berakhir. Setiap hati akan patah. Peduli bukan keuntungan.” Well, bagaimana bisa Sherlock tidak bisa dijelaskan secara gamblang? “Karena dia Sherlock” ujar Ny. Hudson. “tidak ada yang tahu apa yang ada di kepalanya yang lucu.”

Aku baru baca iniiiii. Makasih buat tulisannya. Enlightment banget. Btw ayo baca novelnya! Kamu bakal nemuin sesuatu yang berbeda tapi di satu sisi juga sama dengan Sherlock yang di series (dalam artian kepribadiannya. Kalo kasusnya mah udah jelas lah ya). Kalo di kacamataku, the way how sama proses Sherlock ngelakuin sesuatu di novel itu berbeda sama cara berlaku dan bertingkah dia di series, tapi overall output-nya justru sama. Idk the details I forgot XD I like to read your explanation more.
BalasHapusAgain, thank you for writing this! This is a good article to read. :)
Aku baru baca ini dan.. beneran membuka pikiran banget. Jujur udah lama jadi big fans serial Sherlock. Serial BBC sampai novel bahkan serial diperankan by Robert Downey Jr. Udah sering dibaca/ditonton berulang kali dan gak pernah bosan :)
BalasHapusDan anda luar biasa bisa mewakili perasaan saya dengan artikel tentang kepribadian Sherlock yg unik. Terima Kasih. :)