Sebagai
penggemar film berlatar kejahatan, saya berekspektasi tinggi terhadap film ini.
Film ini pasti bagus seperti film-film crime yang pernah saya tonton
sebelumnya, entah itu The Godfather, The Goodfellas, atau paling
tidak mendekati yang baru-baru macam The Irishman. Tapi harapan tinggal
harapan.
Saya mulai
merasa film ini tidak beres sejak adegan pembuka. Gotti yang bermonolog
mengenalkan kota New York diringi music latar petikan gitar khas Amerika Latin.
Gila, bagaimana bisa film yang menceritakan Gotti si mafia Italia diiringi musik
latin, apa maksudnya?
Jika tujuan musik
latar dalam film adalah untuk menghidupkan suasana, maka suasana yang hidup itu
adalah suasana yang tidak nyaman, seperti salah kostum di pesta nikahan. Jika pemilihan
musik ini bertujuan agar Jhon Travolta terlihat keren seperti Jack Nicholson di
The Departed, maka sudah jelas itu gagal. Atau jika ingin menerbangkan
pikiran penonton agar melayang-layang seperti dihadirkan dengan subtil oleh musik
pembuka Narcos, jelas itu salah jurusan. Parahnya lagi, belum lagi
sempat bernafas, film ini sudah flashback begitu saja.
Plot maju mundurnya
aneh. Kayak ada sesuatu yang tidak pada tempatnya, tidak pas, sehingga maju
mundurnya seperti tanpa tujuan. Ini tidak sama dengan The Godfather II yang
menggunakan alur maju mundur, tetapi kapan dia mundur dan kapan maju lagi,
fasenya jelas. Tujuannya juga jelas. Nuansanya terasa. Emosinya kena. Di Gotti,
maju mundur itu malah bikin bingung. Bikin feelnya hilang. Apa yang salah? Tak
tahulah.
Plot yang maju
mundur bikin bingung itu, tidak mampu meyakinkan saya bagaimana seorang Gotti,
yang awalnya tukang pukul kelas rendah, bisa menjadi orang nomor 1 di keluarga
Gambino. Yang saya tangkap dari kelebihan Gotti dalam kesuksesannya mencapai
puncak hanya nyali dan kesetiaan, juga keras hati. Tidak lebih. Apakah ia
cerdas? Tidak jelas juga. Apakah ia mampu menangkap sasmita, melihat peluang,
merasakan ancaman konspirasi, entahlah.
Agak
mengherankan juga bagaimana keluarga Gambino pada kenyataannya bisa sekuat itu.
Sebab, Gotti yang muncul di film—karena Biopik mustinya film ini dibuat semirip
mungkin dengan karakter asli Jhon Gotti—tidak menunjukan keahlian persuasif. Ia
hanya membentak, memukul, dan menembak. Bagi satu kalangan todongan senjata
bisa efektif, tetapi melihat dari kenyataan bahwa keluarga Gambino amatlah kuat
seharusnya itu karena ia hebat dalam memastikan kesetiaan berbagai kelompok. Ya
mereka yang takut ditodong senjata, ya mereka yang tidak takut. Yang tidak
takut ini jelas membutuhkan keahlian selain otot, yaitu kelihaian menguasai
secara persuasif. Dan Gotti di film tidak terlihat memiliki bakat tersebut.
Di New York
ketika itu terdapat lima Keluarga besar mafia, yaitu Gambino, Lucchese,
Genovese, Bonanno,
dan Colombo. Kelima-limanya terorganisir dan berbahaya. Masing-masing punya bos
sendiri-sendiri, dan koordinator dari bos-bos itu adalah Gotti. Ia adalah Capo di tutti capi (bos segala bos).
Namun, Gotti
yang diperankan oleh Jhon Travolta hanya kelihatan berkharisma pada saat duduk-diam-menatap-dan
tidak bicara apa-apa. Ini betul-betul saya rasakan ketika Gotty duduk di kursi di
acara kawinan anaknya sambil menatap anak dan istri si anak turun dari tangga. Saya
cukup merinding melihat adegan ini. Jhon Travolta berhasil benar. Bos besar betul
dia. Ada kharisma yang mengerjap-ngerjap. Ada tatapan hangat dan bangga seorang
ayah bersamaan dengan tatapan kejam seorang Cosa Nostra. Tapi hanya
ketika itu. Ketika Gotty kembali bergerak dan berbicara, ia menjadi tukang
pukul lagi. Apakah karakter Gotti pada aslinya memang seperti itu? Saya tidak
tahu.
Saya harus
akui bahwa pandangan saya atas bagaimana seharusnya karakter seorang bos besar
mafia dipengaruhi oleh Don Vito Corleone di The Godfather, yang tidak banyak
bicara, ahli strategi, mampu mengendalikan emosi, dan sangat persuasif. Ia bisa
sangat kejam tentu saja, tetapi efek dari kekejamannya selalu diperhitungkannya
dengan cermat. Dia juga bisa mengancam, tetapi ancamannya tidak terdengar
seperti tukang palak di jalanan. Cara dia mengancam, bahkan secara tidak
langsung telah meninggikan derajat orang yang diancam. Dalam ungkapan yang sedikit
aneh bolehlah dikatakan bahwa ia mengancam dengan penuh rasa hormat. Orang yang
diancam tidak merasa terhina, hanya merasa takut.
Ada banyak
kejanggalan lain di film ini. Bagaimana Gotti yang ditunjukan sebagai pahlawan
di mata masyarakat, tetapi penonton tidak diyakinkan apa sebabnya dia dipuja
masyarakat. Atau keluarga Gambino sebagai mafia terorganisir yang punya tradisi
panjang tetapi digambarkan tak lebih dari preman anarki yang pakai jas.
Intinya, ini
adalah film gagal.
Komentar
Posting Komentar